News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

SEKOLAH GRATIS TANPA BIAYA HANYA ADA DI NEGARA SOSIALIS KOMUNISME

SEKOLAH GRATIS TANPA BIAYA HANYA ADA DI NEGARA SOSIALIS KOMUNISME


SEKOLAH GRATIS TANPA BIAYA HANYA ADA DI NEGARA SOSIALIS KOMUNISME
____

(Ahmad Basri: Ketua K3PP Tubaba)

Sejak masa Majapahit dengan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada hingga era republik hari ini berdiri, sepertinya isu pungutan liar di sekolah selalu terdengar bagai “orkestra” yang tak pernah henti.

Isu tersebut terus datang silih berganti dari sekadar dugaan hingga menjadi fakta yang kerap dijadikan komoditas politik maupun kepentingan pribadi. Persoalan “sekolah gratis” adalah salah satu yang paling sering disalahpahami oleh masyarakat.

Sebagian orang tua menganggap kata “gratis” berarti benar-benar tanpa biaya tanpa sepeserpun uang keluar. Padahal di dalam praktik pendidikan kata “gratis” hanyalah sebatas pembebasan biaya utama yang ditanggung negara. Bukan berarti baju seragam,baju olahraga, buku, sepatu, alat tulis, atau bahkan transportasi sekolah akan ikut digratiskan.

Di sinilah muncul persoalan mentalitas. Ada sebagian orang tua yang terlalu berharap penuh pada negara dan enggan memahami bahwa pendidikan anak juga merupakan tanggung jawab keluarga tanggung jawab orang tua. 

Sikap menyandarkan semua pada belas kasih pemerintah adalah cermin mental ketergantungan yang tidak sehat. Ini adalah mental miskin.Pendidikan bukan sekadar soal gratis atau tidak gratis melainkan investasi bersama antara negara dan keluarga. Ini setidaknya yang harus dipahami.

Negara melalui amanah konstitusi memang sudah menegaskan kewajiban pendidikan dasar 9 tahun (SD–SMP). Akan tetapi harus dicatat bahwa kemampuan negara masih terbatas. Alokasi 20% anggaran pendidikan dari APBN. Tetap tidak mampu menutup semua biaya yang muncul di dunia pendidikan.

Itulah sebabnya sekolah menengah atas (SMA/SMK) hingga Perguruan Tinggi belum bisa sepenuhnya gratis. Bahkan pada level SD–SMP pun masih ada biaya tidak langsung yang harus dipenuhi orang tua seperti perlengkapan sekolah.

Disisi lain negara menyediakan beasiswa untuk membantu mereka yang miskin secara nyata. Namun seringkali program itu bocor karena banyak yang pura-pura miskin demi mendapatkan bantuan. Perilaku seperti ini justru merugikan mereka yang benar-benar membutuhkan.

Jika ditelusuri lebih jauh konsep sekolah benar-benar gratis tanpa biaya apapun sedikitpun memang hanya bisa dijumpai di negara-negara yang berideologi sosialis komunis.

Di bawah ideologi sosialis komunisme semua adalah milik negara. Tanah, rumah, perusahaan dan bahkan anak-anak pun secara filosofis dianggap milik negara. Tidak ada konsep kepemilikan pribadi.

Negara mengurus pendidikan sepenuhnya karena orang tua tidak punya kedaulatan atas anak mereka termasuk di bidang pendidikan. Apakah Indonesia mau ke arah itu? Tentu jawabannya tidak.

Kita memilih demokrasi ideologi Pancasila. Menempatkan keseimbangan antara tanggung jawab negara dan peran masyarakat. Negara membantu sebatas kemampuan dan masyarakat turut menanggung sisanya.

Maka jangan sampai kita salah kaprah dalam memaknai kata gratis dalam masalah pendidikan. Pendidikan memang hak warga negara tetapi bukan berarti tanpa tanggung jawab keluarga atau orang tua.

Pendidikan adalah kerja sama negara dan masyarakat. Negara menyiapkan sistem dan fasilitas dasar, sedangkan orang tua menambahkan dukungan lainnya, agar anak-anaknya benar-benar bisa belajar dengan baik. Bukan selalu berpikir gratis.

Jika masih ada orang tua yang bersikeras menuntut pendidikan 100% gratis tanpa biaya sedikitpun, maka hanya ada satu jawabannya yakni silakan bercita-cita hidup di negara sosialis-komunis.

Tetapi jika kita memilih tetap hidup di negara demokratis pancasila, mari menerima kenyataan bahwa sekolah gratis total hanyalah utopia sebuah khayalan. Pendidikan tetap butuh gotong royong antara negara, masyarakat, dan keluarga.(*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar